Tradisinews.com – Seperti yang kita ketahui dalam 24 jam terakhir ini, “Peringatan Darurat Indonesia menjadi trend di jagat dunia maya dengan volume pencarian hingga mencapai lebih dari 200.000. Lamba negara itu viral setelah diunggah oleh sejumlah influencer atau pemengaruh di jejaring sosial di X (sebelumnya Twitter) dan juga Instagram.
Mereka serentak memprotes tindakan DPR yang oleh para pakar dianggap sebagai “pembegalan atau pembangkangan” terhadap konstitusi. Seperti diketahui, delapan dari sembilan fraksi di DPR sepakat untuk hanya menerapkan sebagian putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat pencalonan kepala daerah pada rancangan perubahan UU Pilkada.
Padahal, putusan MK yang dikeluarkan sehari sebelumnya disambut baik berbagai pengamat karena mengubah konstelasi politik menjelang Pilkada 2024 yang sebelumnya dinilai pakar tidak berimbang dengan munculnya koalisi-koalisi ‘gemuk’.
Peringatan Darurat Indonesia: Beda Putusan Mahkamah Konstitusi dan DPR soal UU Pilkada
Garuda Pancasila telah diadopsi oleh sejumlah pengguna media sosial sebagai simbol perlawanan. Di dunia maya, sejumlah aktivis berkonsolidasi untuk mengadakan unjuk rasa di lapangan pada Rabu (21/08) petang.
Di Jakarta dan beberapa daerah, mulai muncul konsolidasi untuk melancarkan protes ke Senayan. Dari mana asal muasal ilustrasi lambang burung Garuda dan bagaimana ini menjadi ikon upaya memprotes aksi DPR?
Peringatan Darurat Indonesia: Dari mana simbol Garuda Pancasila berasal ?
Berdasarkan penelusuran di media sosial, gambar itu merupakan tangkapan layar dari berbagai unggahan video Emergency Alert System (EAS) Indonesia Concept. EAS Indonesia Concept pada awal Desember 2022 mengunggah beberapa film pendek analog dengan genre horor dengan menggunakan emergency alert system atau sistem peringatan dini sebagai benang merah.
Dalam karya fiksi mereka, lambang Garuda Pancasila berlatar biru merupakan siaran darurat dari pemerintah ketika muncul ‘entitas asing’ yang membajak negara.
“Peringatan darurat terhadap warga sipil aktivitas anomali yang baru saja dideteksi oleh Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” demikian bunyi peringatan.
“Jika Anda menyaksikan ini maka pemerintahan Republik Indonesia telah usai. Pemerintahan telah diambil oleh entitas [BUKAN MANUSIA].”
Misalnya, pada satu klip berdurasi 1 menit 41 detik, gambar itu digunakan untuk menginterupsi kartun anak-anak di mana entitas ‘Teddy Bear’ mengajak anak-anak yang menonton untuk loncat dari tempat tinggi.
Dalam satu klip lainnya bertajuk THE LAST BROADCAST [SIARAN TERAKHIR]. Lambang itu muncul dalam satu film pendek horor ketika Indonesia dikuasai ‘entitas asing’ dan pemerintahan runtuh. Siaran itu adalah yang terakhir dari pemerintah Indonesia diiringi dengan lagu Indonesia Raya.
Siapa yang mengunggah Garuda Pancasila sebagai simbol protes?
Garuda Pancasila digunakan sejumlah pengguna media sosial sebagai simbol protes terhadap DPR yang dianggap membangkang dari putusan MK.
Berdasarkan penelusuran BBC News Indonesia, terdapat beberapa akun di media sosial – aktivis, influencer, pakar – yang mengunggah ‘Garuda Biru’ sebagai lambang protes.
Salah satu pengunggahnya adalah pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, klip ‘Peringatan Darurat’ itu diunggah tetapi alih-alih ‘entitas anomali’, yang mengambil alih pemerintah disebut “Rezim Otoriter dan antek-anteknya”.
“Bergerak dan Hentikan Kekuasan Rezim,” begitu bunyi tulisan.
Beberapa akun yang menggunakan ‘Garuda Biru’ antara lain pembuat film Ernest Prakasa; sutradara Joko Anwar; Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI); salah satu pendiri media Narasi, Najwa Shihab; komika Pandji Pragiwaksono; komika Bintang Emon; penyanyi Fiersa Besari; dan LSM Indonesia Corruption Watch.
Akun-akun kelompok massa juga menggunakan simbol tersebut untuk mengonsolidasi aksi protes lapangan.
Ajakan tersebut terbukti berhasil karena pada Kamis (22/08) per 11.00 WIB. Di depan Gedung DPR Senayan, massa mulai berkumpul seperti dilaporkan wartawan BBC News Indonesia Viriya Singgih.
Rapat Paripurna DPR pada Kamis (22/08) dijadwalkan mengesahkan RUU Pilkada yang digodok kilat Baleg DPR sehari sebelumnya. Namun, rapat paripurna tersebut ditunda karena jumlah anggota legislatif yang hadir tidak memenuhi batas minimum atau kuorum.
‘Ini bukan negara milik keluarga tertentu’
Ratusan orang tampak berkumpul di depan Gedung DPR, pada Kamis (22/08), pukul 11.00 WIB. Jumlah massa terus bertambah hingga ribuan orang pada pukul 13.42 WIB.
Di antara pengunjuk rasa terdapat sutradara Joko Anwar, yang mengaku hadir guna memprotes “permainan penguasa” yang “brutal”.
“Jadi mau sampai kapan kita seperti ini? Kita nantinya akan jadi onggokan benda yang tidak punya kuasa sebagai rakyat. Padahal kita yang memberikan mereka kekuasaan, kita yang memilih. Ya harus turun ke jalan,” paparnya kepada BBC News Indonesia.
“Selama ini kan bersuara apa pun di sosial media sudah enggak ada gunanya, apalagi di masa-masa post-truth. Secara fisik menunjukkan kita berada di satu tempat, bersatu, bahwa kita masih punya kekuatan,” sambungnya.
Pada kesempatan yang sama, aktor Reza Rahardian turut bergabung dalam demo kawal putusan di DPR.
Ketika berorasi di hadapan masssa, Reza mengaku “gelisah melihat demokrasi” Indonesia saat ini.
Reza datang mengenakan kaos dan topi hitam. Dia pun meminta massa demo untuk menjaga diri dan suasana agar tetap kondusif.
“Saya hadir hari ini sebagai rakyat biasa bersama teman-teman semua. Sebagai orang yang gelisah melihat demokrasi kita hari ini,” ujar Reza di atas mobil komando di Gedung DPR, Kamis (22/08).
Pernyataannya mengacu pada putusan MK yang menurutnya telah mengembalikan kehormatan lembaga tersebut namun putusan itu kemudian dianulir oleh lembaga perwakilan rakyat DPR.
Dalam orasinya, Reza merasa tak bisa terus berdiam diri selama DPR masih ingin tak mengikuti putusan MK.
Reza menilai bahwa negara Indonesia bukan hanya milik satu keluarga saja. Melainkan milik seluruh rakyat Indonesia.
“Ini bukan negara milik keluarga tertentu,” kata Reza.
Dukungan kepada para hakim MK
Sementara, sejumlah guru besar, akademisi, dan aktivis pro-demokrasi 1998 menyambangi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan dukungan kepada para hakim, Kamis (22/08).
Guru Besar UI Profesor Sulistyowati Irianto, mengatakan bahwa kehadiran mereka di Gedung MK tidak dikomandoi oleh pihak-pihak tertentu.
Justru, katanya, gerakan sipil yang berlangsung di berbagai tempat merupakan bentuk perlawanan dari apa yang disebutnya “cara aliansi membajak konstitusi dengan sangat keji”.
“Kita tahu mereka sedang mendesain, mengubah revisi UU Pilkada yang tidak kita perlukan dan begitu jahatnya aliansi itu membegal keputusan MK nomor 60 dan 70,” ungkapnya.