Tradisinews.com – Menjelang hari raya keagamaan, istilah Tunjangan Hari Raya menjadi topik yang sering diperbincangkan di kalangan pekerja. Tapi tahukah Anda apa arti Tunjangan Hari Raya sebenarnya? THR atau Tunjangan Hari Raya merupakan hak normatif pekerja yang wajib diberikan oleh pemberi kerja menjelang hari raya keagamaan.
Pemahaman yang tepat tentang apa arti Tunjangan Hari Raya sangat penting, baik bagi pekerja maupun pemberi kerja. Bagi pekerja, pengetahuan ini membantu memastikan hak-haknya terpenuhi sesuai ketentuan. Sementara bagi pemberi kerja, pemahaman yang baik tentang Tunjangan Hari Raya membantu dalam memenuhi kewajiban secara tepat dan menghindari sanksi.
Artikel ini akan membahas secara komprehensif tentang Tunjangan Hari Raya, mulai dari pengertian, sejarah, regulasi, hingga perhitungan dan aspek perpajakan. Mari kita pelajari bersama seluk beluk THR untuk memastikan hak dan kewajiban kedua belah pihak terpenuhi dengan baik, sebagaimana telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (22/1/2025).
Sejarah dan Asal Usul THR
Tunjangan Hari Raya atau THR memiliki sejarah panjang dalam perkembangan ketenagakerjaan di Indonesia. Kebijakan pemberian tunjangan khusus menjelang hari raya ini mencerminkan kepedulian pemerintah terhadap kesejahteraan pekerja, sekaligus menunjukkan penghargaan terhadap keberagaman agama dan budaya di Indonesia.
Awal mula THR di Indonesia dapat ditelusuri ke era 1950-an, tepatnya saat kepemimpinan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo. Pada masa itu, THR pertama kali diperkenalkan sebagai kebijakan khusus yang hanya berlaku bagi pegawai negeri. Besaran Tunjangan Hari Raya yang diberikan saat itu sekitar Rp200, nominal yang terbilang cukup signifikan karena setara dengan 17,5 dolar AS. Pemberian THR ini dimaksudkan untuk membantu pegawai negeri mempersiapkan perayaan hari raya dengan lebih baik.
Seiring berjalannya waktu, konsep THR mengalami evolusi yang signifikan. Pemerintah mulai menyadari pentingnya memperluas cakupan penerima THR ke sektor swasta. Momentum penting terjadi pada tahun 1994 ketika Kementerian Tenaga Kerja mengeluarkan Peraturan Menteri No. 04/1994. Regulasi ini menjadi tonggak sejarah karena untuk pertama kalinya secara resmi mewajibkan pemberian Tunjangan Hari Raya kepada seluruh pekerja di sektor swasta.
Perkembangan regulasi THR terus berlanjut dengan dikeluarkannya berbagai peraturan yang semakin memperkuat posisi Tunjangan Hari Raya sebagai hak normatif pekerja. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan semakin mengukuhkan status Tunjangan Hari Raya dan memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat bagi para pekerja. Peraturan ini kemudian diperkuat dengan berbagai regulasi turunan yang mengatur detail teknis pemberian THR.
Hari ini, Tunjangan Hari Raya telah bertransformasi dari sekadar bonus menjadi hak yang dilindungi undang-undang bagi seluruh pekerja di Indonesia, baik di sektor pemerintah maupun swasta. Perjalanan sejarah THR menunjukkan bagaimana kebijakan ini telah berkembang untuk menciptakan sistem ketenagakerjaan yang lebih adil dan melindungi kesejahteraan pekerja.
Waktu Pencairan dan Sanksi

Ketepatan waktu dalam pencairan Tunjangan Hari Raya merupakan aspek penting yang diatur secara ketat dalam regulasi ketenagakerjaan. Pemerintah telah menetapkan jadwal dan mekanisme yang jelas disertai sanksi tegas bagi pelanggar untuk memastikan hak pekerja terpenuhi tepat waktu. Berikut adalah informasi detail tentang ketentuan waktu pencairan Tunjangan Hari Raya dan sanksi yang menyertainya:
1. Tenggat Waktu Pencairan THR
THR wajib dibayarkan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan yang dirayakan oleh pekerja. Ketentuan ini berlaku universal untuk semua hari raya yang diakui di Indonesia, termasuk Idul Fitri, Natal, Galungan, Waisak, dan Imlek. Penetapan tenggat waktu ini mempertimbangkan kebutuhan pekerja dalam mempersiapkan perayaan hari raya, seperti membeli keperluan lebaran, mudik, atau persiapan lainnya. Bagi perusahaan, tenggat ini juga memberikan waktu yang cukup untuk mempersiapkan anggaran dan melakukan perhitungan Tunjangan Hari Raya dengan teliti.
2. Mekanisme Pembayaran
Pembayaran Tunjangan Hari Raya harus dilakukan secara penuh tanpa cicilan, kecuali ada kesepakatan tertulis antara pekerja dan pemberi kerja yang telah disetujui oleh Dinas Ketenagakerjaan setempat. Pembayaran dapat dilakukan melalui transfer bank atau tunai, dengan kewajiban pemberi kerja untuk memberikan bukti pembayaran yang jelas. Transparansi dalam proses pembayaran ini penting untuk menghindari kesalahpahaman dan memudahkan proses verifikasi jika diperlukan.
3. Sanksi Keterlambatan
Pelanggaran terhadap ketentuan pembayaran THR dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayarkan. Denda ini bersifat akumulatif, artinya semakin lama keterlambatan, semakin besar denda yang harus dibayar. Selain denda finansial, perusahaan yang berulang kali melanggar ketentuan THR juga dapat dikenakan sanksi pembatasan kegiatan usaha. Penting dicatat bahwa pembayaran denda tidak menghapuskan kewajiban perusahaan untuk tetap membayar THR secara penuh.
4. Mekanisme Pengaduan
Pemerintah menyediakan berbagai kanal pengaduan untuk memfasilitasi pekerja yang mengalami masalah dalam pencairan THR. Pengaduan dapat disampaikan melalui website poskothr.kemnaker.go.id, call center 1500-630, atau WhatsApp ke nomor 08119521151. Setiap pengaduan akan ditindaklanjuti oleh tim khusus yang bertugas memastikan permasalahan Tunjangan Hari Raya dapat diselesaikan dengan cepat dan sesuai ketentuan.
5. Pengawasan dan Pemantauan
Dinas Ketenagakerjaan di setiap daerah membentuk tim pengawas khusus menjelang periode pembayaran THR. Tim ini bertugas melakukan pemantauan aktif terhadap kepatuhan perusahaan dalam membayar THR, melakukan inspeksi mendadak, dan menindaklanjuti pengaduan yang masuk. Pengawasan yang ketat ini bertujuan mencegah pelanggaran dan memastikan hak pekerja terpenuhi tepat waktu.