Wapres Gibran Batal Berkantor di Papua

Tradisinews.com – Ketika Gibran Rakabuming Raka dilantik sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia, salah satu janji politik yang paling mencuri perhatian publik adalah niatnya untuk berkantor di Papua secara berkala. Janji ini dianggap sebagai sinyal kuat bahwa pemerintah pusat serius dalam membangun dan memediasi permasalahan yang telah lama membelit tanah Papua: ketimpangan pembangunan, konflik keamanan, dan minimnya keterwakilan nyata dari Jakarta. Namun, baru-baru ini publik dikejutkan oleh kabar bahwa Wapres Gibran batal berkantor di Papua. Apa yang sebenarnya terjadi?

Janji Politik yang Menggugah Hati

Sejak awal kampanye bersama Prabowo Subianto, Gibran kerap menyuarakan komitmennya terhadap Indonesia Timur. Dalam salah satu pidatonya di Jayapura, ia secara eksplisit menyatakan bahwa “Papua bukan sekadar bagian dari Indonesia, tapi jantung masa depan Indonesia.” Wacana berkantor di Papua pun langsung mencuri perhatian dan harapan besar mulai tumbuh, khususnya dari masyarakat Papua yang telah lama merasa terpinggirkan.

Ide ini bukan hanya simbolik, melainkan sarat makna. Seorang wakil presiden yang berkantor di Papua bisa memberikan pengawasan langsung terhadap implementasi kebijakan, mempercepat respons atas konflik lokal, hingga memberi rasa keadilan geografis dalam pemerintahan.

wapres gibran

Realita Politik dan Keamanan

Namun, setelah beberapa bulan menjabat, muncul kabar bahwa rencana berkantor di Papua dibatalkan. Alasannya tidak disampaikan secara gamblang ke publik, namun berbagai spekulasi pun bermunculan.

Pertama, masalah keamanan. Papua, terutama wilayah seperti Intan Jaya dan Nduga, masih menjadi zona merah akibat konflik bersenjata antara aparat dan kelompok bersenjata separatis. Keberadaan wakil presiden di daerah ini tentu membutuhkan sistem pengamanan luar biasa, yang menurut beberapa sumber, dianggap “tidak efisien secara anggaran dan logistik”.

Kedua, faktor birokrasi dan infrastruktur. Belum adanya kantor permanen Wapres di Papua, minimnya fasilitas pendukung, dan masalah koordinasi antarinstansi lokal dianggap menyulitkan operasionalisasi janji tersebut.

Ketiga, tekanan politik. Tak sedikit yang menduga bahwa keputusan ini juga dipengaruhi oleh tekanan elite politik atau birokrasi yang enggan melihat perubahan pola kekuasaan yang terlalu drastis.

Kekecewaan dan Respons Masyarakat Papua

Tak pelak, kabar pembatalan ini disambut kekecewaan dari berbagai tokoh masyarakat dan aktivis Papua. “Kami merasa ini hanya janji manis menjelang pilpres. Setelah menang, ya dilupakan lagi,” ujar seorang tokoh adat di Wamena.

Sebagian masyarakat Papua menganggap ini bukan hanya soal kantor, tapi soal penghormatan. Seorang pejabat negara tinggi berkantor di Papua akan menjadi representasi bahwa tanah Papua dipandang setara dengan Jawa atau Sumatera. Pembatalan ini dianggap menegaskan kembali adanya ketimpangan simbolik yang masih mengakar.

wapres gibran

Apa yang Harus Dilakukan Selanjutnya?

Meski batal berkantor, Wapres Gibran masih memiliki peluang besar untuk membuktikan komitmennya terhadap Papua. Salah satunya dengan membentuk Kantor Khusus Wakil Presiden untuk Papua di Jakarta yang dipimpin oleh putra-putri asli Papua dan fokus pada isu lokal. Selain itu, kunjungan rutin dengan hasil konkret, bukan sekadar seremoni, bisa menjadi jalan tengah yang produktif.

Transparansi juga menjadi kunci. Pemerintah perlu menjelaskan secara jujur mengapa keputusan ini diambil, sekaligus memetakan langkah-langkah baru yang benar-benar berpihak pada rakyat Papua.

Penutup: Janji Bukan Sekadar Kata

Masyarakat Indonesia, khususnya Papua, tak lagi puas dengan janji politik yang tak ditunaikan. Batalnya Wapres Gibran berkantor di Papua menjadi pelajaran penting tentang pentingnya konsistensi dan kepekaan terhadap janji publik. Jika tidak bisa berkantor di sana, maka harus ada bentuk komitmen nyata lainnya. Sebab, bagi rakyat Papua, kehadiran bukan sekadar fisik — tapi soal perhatian, aksi, dan keadilan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *